20px

Panggilan Video WhatsApp, Zoom, hingga Telegram Terancam Diblokir: Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Jodyaryono5072
160 artikel
Source: AI Image Generated ChatGPT4o Prompt By Jody Aryono
Source: AI Image Generated ChatGPT4o Prompt By Jody Aryono

Fitur Favorit Kita Di Ambang Larangan

Bayangkan: Anda sedang mengajar, wawancara kerja, atau menelpon keluarga di luar kota lewat WhatsApp atau Zoom. Tiba-tiba, notifikasi muncul: “Fitur ini tidak tersedia di wilayah Anda.”

Terdengar mustahil? Ternyata tidak.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah mempertimbangkan pembatasan fitur panggilan suara dan video dari layanan-layanan digital seperti WhatsApp, Zoom, dan Telegram. Isunya sedang panas, publik cemas, dan banyak yang bertanya: “Kenapa baru sekarang?”

Apa Masalahnya Sebenarnya?

Menurut pemberitaan Detik, alasan utama dari rencana pembatasan ini adalah karena para penyedia layanan digital tersebut belum memiliki izin resmi sebagai Penyelenggara Jasa Telekomunikasi. Padahal, mereka dianggap menawarkan layanan yang sama seperti operator konvensional (Telkomsel, Indosat, dll), tapi tanpa kontribusi finansial atau kepatuhan hukum di Indonesia.

Inilah yang disebut sebagai ketimpangan regulasi antara pelaku lokal dan raksasa global.

Persaingan Tak Seimbang di Era Digital

Operator Indonesia wajib membangun jaringan, bayar lisensi, dan mengikuti aturan. Sementara layanan OTT seperti WhatsApp cukup beroperasi via internet—tanpa infrastruktur, tanpa kantor cabang, tapi bisa menyedot keuntungan besar.

Bagi operator, ini tentu tidak adil. Tapi bagi pengguna? OTT justru dianggap solusi murah, fleksibel, dan sangat dibutuhkan. Di sinilah konflik mulai terasa: bisnis, teknologi, dan kenyamanan publik saling berbenturan.

Apa yang Diinginkan Pemerintah?

Kominfo ingin OTT asing mengurus izin resmi, layaknya operator telekomunikasi. Tak hanya soal keadilan bisnis, tapi juga sebagai bagian dari strategi besar: mewujudkan kedaulatan digital Indonesia.

Artinya, data pengguna Indonesia harus dikelola sesuai hukum Indonesia. Dan penyedia layanan digital wajib tunduk pada aturan nasional, termasuk pajak, keamanan data, dan keterbukaan akses jika dibutuhkan.

Siapa yang Bisa Kena Dampaknya?

Jika aturan ini ditegakkan tanpa solusi transisi, dampaknya besar:

UMKM digital tak bisa lagi konsultasi via WhatsApp

  • Guru-guru daring kehilangan jalur komunikasi cepat

  • Tenaga medis tak bisa follow-up pasien via video

  • Keluarga terpisah jarak makin sulit terhubung

    Kita semua, pada akhirnya, bisa jadi korban kebijakan yang mungkin belum matang secara implementasi.

    Masalahnya: Bukan Teknologi, Tapi Regulasi

    Teknologinya sudah ada, dan masyarakat sudah terbiasa. Tapi regulasinya belum siap. Ini bukan kali pertama terjadi. Dulu Netflix, Spotify, TikTok Shop... semua sempat mengalami gesekan dengan pemerintah karena kurangnya aturan yang adaptif.

    Maka pertanyaannya: kenapa negara tidak membuat ekosistem yang mendukung inovasi, sambil tetap menjaga kepentingan nasional?

    Solusinya Harus Cerdas dan Adil

    Pemerintah bisa saja mendorong OTT untuk:

    Mendaftar sebagai penyelenggara resmi

  • Membayar kontribusi digital fair share

  • Menyimpan data di Indonesia (via PDN)

  • Bermitra dengan operator lokal

    Tapi semua itu harus dilakukan dengan prinsip kolaboratif, bukan koersif. Rakyat tidak boleh jadi tumbal perang bisnis dan ego regulasi.

    Tips Bagi Pengguna Saat Ini

    Belum ada blokir resmi. Tapi untuk berjaga-jaga:

    Update aplikasi agar siap patch regional

  • Kenali layanan cadangan: Google Meet, Signal, dsb.

  • Gunakan channel komunikasi berizin bila memungkinkan

  • Ikuti perkembangan isu dari media terpercaya

    Refleksi Pribadi: Jangan Ganggu Hak Rakyat

    Sebagai praktisi IT dan warga digital, saya percaya regulasi itu penting. Tapi kenyamanan publik adalah prioritas. Jangan biarkan orang tua di desa kehilangan akses ke anaknya, hanya karena regulasi yang tidak siap.

    Jika ingin kedaulatan digital, bangun ekosistem yang sehat. Jangan potong akses... ajak mereka masuk dalam sistem yang tertib dan adil.

    Referensi:

    Detik melaporkan bahwa Kominfo mempertimbangkan pembatasan fitur panggilan suara/video dari OTT karena belum memiliki izin sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi.

  • Antara News menyampaikan bahwa Menkominfo mendorong pengaturan OTT demi mendukung kedaulatan data dan pemerataan infrastruktur digital di Indonesia.

  • Kemkomdigi Mau Buat Aturan Pembatasan Telepon hingga Video WhatsApp di RI

  •  Ini Penyebab Telepon-Video WhatsApp Cs Mau Dibatasi di RI 

  • Pemerintah Punya Wacana Batasi Layanan WhatsApp Call

    .