Hari kedua pelatihan Fase C dibuka dengan semangat yang berbeda. Setelah kemarin kami bermain logika petani, kambing, rumput, dan serigala secara unplugged, hari ini kami membangun jembatan: dari logika manual ke logika digital.
Saya tidak langsung membuka Scratch. Justru saya awali dengan tantangan baru: mengendalikan robot kertas.
Robot Maju Mundur: Unplugged dengan Strategi
Para guru Mempresentasikan hasil pemikirannya setelah dibagi menjadi kelompok kecil yg masing masing per kelompok ada 5-6 orang karena total kelas kami 21 orang. Salah satu peserta membuat skenario: ada "robot" dari anggota kelompok yg di gerakan secara sederhana yang harus bergerak maju dan mundur mengikuti instruksi yg diberikan , benarbenar pecah acara ini karena jika salah instruksi yg terjadi adalah robot menabrak temannya karena tidak sinkron,Ada juga kelompok lain ygmemperagakannya dengan Out Of the box , dengan reverse instruction ,yaitu ketika robot di tekan maju , robot harus mundur , begitu juga jika di perintah ke kiri robot harus ke kanan , saya tidak menyangka permainan sederhana seperti ini menjadi menarik .

Mereka mulai menulis urutan gerak seperti programmer. Dan ketika robot berhasil mengeksekusi perintah tanpa salah arah, tepuk tangan pun pecah.
Seorang guru berkata,
"Ini kayak main game, tapi bikin mikir!"
Transisi ke Dunia Digital: Scratch Dikenalkan
Setelah sesi robot selesai, saya berkata:

"Nah, sekarang kita pindahkan logika ini ke dalam layar."

Saya buka Scratch bisa diakses di https://scratch.mit.edu/, tampilkan karakter kucing digital di layar. "Ini robot kalian sekarang dalam bentuk kucing. Sekarang, kita kasih dia instruksi."
Satu per satu guru mulai mencoba. Ada yang membuat karakter jalan ke depan, lalu putar arah. Ada yang mencoba menambah suara. Ada juga yang awalnya ragu, tapi lalu berseru:
"Eh, dia bisa gerak juga!"

Koding Tidak Lagi Menakutkan
Saya sampaikan kepada mereka:
"Koding itu bukan milik teknisi. Koding itu milik siapa saja yang bisa berpikir terurut."
Saya ulangi lagi analogi dari hari sebelumnya:
"Koding itu sesederhana bikin mie rebus. Yang penting tahu urutan dan tujuan."
Dan mereka mulai tertawa, lalu mencoba mengubah perintah "maju 10 langkah"
Dari Ketakutan Menuju Kegembiraan
Hari ini bukan soal hasil. Tapi soal perubahan ekspresi. Dari wajah tegang di hari pertama jadi penasaran. Dari diam jadi bertanya. Dari ragu jadi percaya diri.
Saya melihat para guru yang kemarin berkata "nggak kebayang Koding dan KA", hari ini sudah membuat karakter di layar berjalan dan berbicara. Masya Allah Banget!
Refleksi Hari Kedua
Koding tidak harus dimulai dari baris kode. Ia bisa dimulai dari gerakan sederhana, dari simulasi robot, dari urutan instruksi fisik. Tapi ketika semua itu diterjemahkan ke dunia digital, terjadilah transisi yang utuh.
Hari ini, para guru tidak hanya belajar Scratch. Mereka sedang belajar menyusun logika, menyampaikan perintah, dan membangun narasi... dengan cara yang menyenangkan.
Dan ternyata, kesan itu membekas.
Salah satu peserta yang sedang hamil bahkan bercanda,
"Kalau anak saya laki-laki, saya kasih nama Ahmad Koding. Kalau perempuan... Siti AI aja, Prof."
Seketika ruangan pecah tawa. Tapi di balik canda itu, saya tahu: pelatihan ini telah menyentuh lebih dari sekadar kurikulum.
Ia menyentuh makna... bahwa teknologi bisa kita ajak tersenyum bersama kehidupan.
.