20px

AI dan Syariat: Bolehkah Menggunakan Mesin dalam Ibadah

Jodyaryono5072
160 artikel
Source: AI Image Generated Chat GPT 4o Prompt By Jody Aryono
Source: AI Image Generated Chat GPT 4o Prompt By Jody Aryono

Kemajuan teknologi membawa kecerdasan buatan (AI) masuk ke berbagai aspek kehidupan, termasuk praktik keagamaan. Kini, AI bisa mengingatkan jadwal salat, membantu membaca Al-Qur’an, hingga menganalisis hadis dan tafsir.

Namun muncul pertanyaan penting: Apakah boleh menggunakan AI dalam praktik ibadah?
Apakah ini sekadar alat bantu, atau justru mengganggu keikhlasan dan tatanan syariat?

AI dalam Kehidupan Muslim Sehari-hari

Beberapa contoh nyata penggunaan AI dalam konteks keislaman:

Aplikasi adzan dan salat otomatis berbasis lokasi dan AI penyesuaian waktu.

  • Asisten digital Quran yang bisa membacakan ayat dan menjelaskan tafsir dari berbagai sumber.

  • AI chatbot fatwa yang merespons pertanyaan fikih dengan rujukan kitab.

  • Analisis zakat dan wakaf otomatis untuk lembaga-lembaga syariah.

    Semua ini tampak membantu. Tapi apakah secara hukum syar’i, penggunaan teknologi ini dibolehkan?

    Pandangan Ulama: AI sebagai Alat, Bukan Subjek

    Mayoritas ulama dan cendekiawan Muslim kontemporer memandang bahwa AI adalah alat (wasilah), bukan pelaku ibadah (fa’il).
    Selama AI digunakan untuk memudahkan, bukan menggantikan peran manusia dalam hal yang wajib dilakukan secara sadar—maka boleh.

    Contoh:

    Boleh menggunakan alarm AI untuk bangun salat subuh.

  • Boleh menggunakan aplikasi tafsir sebagai referensi belajar.

    Namun:

    Tidak sah jika salat dilakukan hanya berdasarkan instruksi AI tanpa niat dan pemahaman.

  • Tidak bisa menjadikan AI sebagai mufti tunggal yang diikuti tanpa tabayyun.

    Batasan dan Etika Penggunaan AI dalam Agama

    Beberapa prinsip penting:

    Tabayyun (klarifikasi): Selalu cek kebenaran informasi yang diberikan AI.

  • Tidak menggantikan ulama: AI tidak punya ruh, sanad keilmuan, dan tanggung jawab ukhrawi.

  • Privasi dan akidah: Hindari aplikasi AI yang tidak jelas sumber datanya atau memiliki kepentingan ideologis tersembunyi.

  • Kritik dan koreksi: Gunakan AI sebagai pembuka jalan diskusi, bukan penentu kebenaran mutlak.

    Menuju Masa Depan: Ulama dan Teknologi Harus Berdialog

    Alih-alih menolak atau membebek, umat Islam perlu berdialog kritis dengan perkembangan teknologi. AI adalah ciptaan manusia. Maka manusia (khususnya ulama dan intelektual Muslim) harus berada di depan dalam membimbing penggunaannya.

    Bayangkan jika AI diarahkan untuk:

    Membantu tahfidz anak-anak dengan suara lembut.

  • Mendeteksi kesalahan bacaan saat mengaji.

  • Menganalisis ekonomi syariah secara real time.

    Bukan hanya boleh, tapi perlu dimanfaatkan untuk maslahat ummat.

    Penutup: Syariat Tidak Kaku, Tapi Berprinsip

    Islam tidak anti teknologi. Tapi Islam juga tidak membiarkan teknologi melangkahi niat, akhlak, dan ketundukan kepada Allah.

    Selama AI digunakan sebagai alat bantu yang tidak melanggar prinsip-prinsip ibadah, maka ia adalah bagian dari tajdid—pembaruan yang membawa maslahat.

    .